Sunday, May 17, 2020

Sejarah Perang Batak


PERANG BATAK

Sejarah Perang Batak

Latar Belakang
            Sejak Belanda berkuasa di Nusantara, sejak saat itu pula kehidupan masyarakat Nusantara ditentukan oleh keadaan politik yang terjadi di negeri Belanda dan Eropa. Berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh Belanda, semata-mata semuanya adalah untuk mencari keuntungan untuk pihak Belanda sendiri, sedangkan rakyat Indonesia yang dikuasai mengalami penderitaan yang cukup hebat karena harus menanggung kebijakan yang menyengsarakan tersebut. Beragam reaksi perlawanan dilakukan oleh rakyat atas kebijakan Belanda. Salah satu diantara banyak perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia beserta pemimpinnya, adalah perlawanan Tapanuli atau biasa disebut dengan perang Batak.

Perang Batak (1878-1907) terjadi akibat kebijakan Belanda yang membuat rakyat Tapanuli {Batak} mengalami penderitaan yang hebat. Banyak para petani yang kehilangan tanah dan pekerjaan karena diberlakukannya politik liberal yang membebaskan kepada para pengusaha Eropa untuk dapat menyewa tanah penduduk pribumi. Dan dalam pelaksanaanya banyak penduduk pribumi yang dipaksakan untuk menyewakan tanahnya dengan harga murah. Untuk itu, Raja Batak Sisingamangaraja XII mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Berikut beberapa alasan Sisingamangaraja XII mengadakan perlawanan terhadap Belanda:

    1. Pengaruh Raja Si Singamangaraja semakin kecil
    2. Adanya Zending di Tapanuli dan sekitarnya
    3. Belanda memperluas kekuasaannya dalam rangka Pax Netherlandica
    4. Kemarahan Si Singamangaraja atas penempatan pasukan Belanda di Tarutung.
Jalannya Peristiwa
            Perang Batak meletus setelah Belanda menempatkan pasukannya di Tarutung, dengan tujuan untuk melindungi penyebar agama Kristen yang tergabung dalam Rhijnsnhezending , dengan tokoh penyebarnya Nommensen (orang Jerman). Raja Sisingamangaraja XII memutuskan untuk menyerang kedudukan Belanda di Tarutung. Perang berlangsung selama tujuh tahun di daerah Tapanuli Utara, seperti di Bahal Batu, Siborong- borong, Balige Laguboti dan Lumban Julu. Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bakkara pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bakkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bakkara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda. Walaupun Bakkara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda. Karena lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin hubungan dengan pasukan Aceh dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh yang beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan Pidie di Aceh dan turut serta pula dalam latihan perang Keumala. Karena Belanda selalu unggul dalam persenjataan, maka taktik perang perjuangan Batak dilakukan secara tiba-tiba, hal ini mirip dengan taktik perang Gerilya.
Pada tahun 1888, pejuang-pejuang Batak melakukan penyerangan ke Kota Tua. Mereka dibantu orang-orang Aceh yang datang dari Trumon. Perlawanan ini dapat dihentikan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh J. A. Visser, namun Belanda juga menghadapi kesulitan melawan perjuangan di Aceh. Sehingga Belanda terpaksa mengurangi kegiatan untuk melawan Sisingamangaraja XII karena untuk menghindari berkurangnya pasukan Belanda yang tewas dalam peperangan. 
            Pada tanggal 8 Agustus 1889, pasukan Sisingamangaraja XII kembali menyerang Belanda. Seorang prajurit Belanda tewas, dan Belanda harus mundur dari Lobu Talu. Namun Belanda mendatangkan bala bantuan dari Padang, sehingga Lobu Talu dapat direbut kembali. Pada tanggal 4 September 1889, Huta Paong diduduki oleh Belanda. Pasukan Batak terpaksa ditarik mundur ke Passinguran. Pasukan Belanda terus mengejar pasukan Batak sehingga ketika tiba di Tamba, terjadi pertarungan sengit. Pasukan Belanda ditembaki oleh pasukan Batak, dan Belanda membalasnya terus menerus dengan peluru dan altileri, sehingga pasukan Batak mundur ke daerah Horion.
            Sisingamangaraja XII dianggap selalu mengobarkan perlawanan di seluruh Sumatra Utara. Untuk menanggulanginya, Belanda berjanji akan menobatkan Sisingamangaraja XII menjadi Sultan Batak. Sisingamangaraja XII tegas menolak iming-iming tersebut, baginya lebih baik mati daripada menghianati bangsa sendiri. Belanda semakin geram, sehingga mendatangkan regu pencari jejak dari Afrika, untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi, Sisingamangaraja XII juga menyerang Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1906. Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, istri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Begitu juga dengan putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang, Ibunda Sisingamangaraja XII lalu Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
 
Tokoh- Tokoh yang Terlibat
 
  • Si Singamangaraja XII 
Si Singamangaraja XII memiliki nama asli Pantuan Besar Ompu Pulo Batu. Ia adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara. Ia lahir di Bakkara, Tapanuli, Sumatra Utara, 17 Juni 1849.
 
  • Kapten Hans Christofe.
 
Kapten Hans Christofe adalah tokoh Belanda yang memimpin pasukan intensif untuk menangkap Si Singa Mangaraja XII,  serta anggota keluarganya.
 
  • Komandan Van Daalen 
 
Komandan Van Daalen adalah seorang komandan yang memimpin operasi militer Belanda dari pedalaman Aceh sampai daerah Batak.
 
Akhir Peperangan
            Pada tahun 1900, kekuatan Si Singa Mangaraja semakin surut. Sehingga perlawanan tidak dikerahkan untuk melakukan penyerangan melainkan mempertahankan diri dari serangan lawan. Di lain sisi, Belanda melakukan gerakan pembasmi gerakan – gerakan perlawanan  yang ada di Sumatera ( Aceh dan Batak). Operasi diketuai oleh Overste Van Daelan yang bergerak dari Aceh terus ke Batak. Mereka mengadakan pengepungan dan membakar kampung – kampung yang membuat pertempuran semakin sengit antara kedua belah pihak. Pada saat Belanda sampai di daerah Pak – Pak dan Dairi, pasukan Si Singa Mangaraja semakin terkepung sedangkan di lain pihak hubungan mereka dengan Aceh sudah terputus. Dengan terdesaknya  pasukan Si Singa Mangaraja mereka terus berpindah – pindah dari satu tempat ketempat yang lain untuk menyelamatkan diri. Tahun 1907 pengepungan yag dilakukan oleh Belanda terhadap pasukan Si Singa Mangaraja dilakukan secara intensif  yang dipimpin oleh Hans Christoffel.
            Pada 4 Juni 1907, pihak Belanda mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada di Penegen dan Bululage dan mereka melakukan penggerebekan  melalui Huta Anggoris  yang tak jauh dari panguhon. Ternyata Si Singa Mangaraja telah meninggalkan tempat itu sebelum mereka datang. Si Singa Mangaraja terus menyingkir ke daerah Alahan. Sementara itu, Belanda terus mengejar melalui kampung Batu Simbolon, Bongkaras dan Komi. Banyak penduduk sekitar ditangkap karena dicurigai bekerjasama dengan Si Singa Mangaraja.
Hingga pada tanggal 17 Juni 1907 Si Singa Mangaraja berhasil ditangkap  didekat Aik Sibulbulon ( daerah Dairi ), dalam keadaan lemah Si Singa Mangaraja dan pasukannya terus mengadakan perlawanan. Dalam peristiwa ini, Si Singa Mangaraja tertembak oleh Belanda sehingga pada saat itu Si Singa Mangaraja mati terbunuh ditempat. Disaat yang bersamaan anak perempuannya  Lopian dan dua orang putranya Sutan Nagari dan Patuan Anggi juga gugur. Dengan gugurnya Si Singa Mangaraja maka seluruh daerah Batak menjadi milik Belanda. Sejak saat  itu. kerja rodi di daerah ini merajalela, struktur tradisional masyarakat semakin lama semakin runtuh. Orang batak banyak yang terbunuh dan banyak kerugian yang ditimbulkam, rumah – rumah hancur dibakar, agama Keristen saat itu tersebar tanpa ada halangan dari pihak manapun sedangkan pihak Belanda mengalami kebangkrutan dana yag disebakan karena pada saat yang bersamaan Belanda juga menghadapi Aceh yang begitu kuat sehingga didatangkan pasukan – pasukan dari luar yang dibayar mahal.

 

1 comment:

  1. Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
    mampir di website ternama I O N Q Q
    paling diminati di Indonesia,
    di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
    ~bandar poker
    ~bandar-Q
    ~domino99
    ~poker
    ~bandar66
    ~sakong
    ~aduQ
    ~capsa susun
    ~perang baccarat (new game)
    segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
    Whatshapp : +85515373217

    ReplyDelete

Popular Posts

Batas Wilayah Negara

Batas Wilayah Negara I. Wilayah Negara Wilayah negara adalah daerah atau lingkungan yang menunjukkan batas-batas suatu negara, dimana dal...