Saturday, May 16, 2020

Tugas Pendidikan Pancasila "Peran Undang- Undang Sebagai Bentuk Implementasi Penegakan HAM di Indonesia"

PERAN UNDANG- UNDANG SEBAGAI BENTUK IMPLEMENTASI PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA








Kelompok 8:
Ikhsannul Amal             G34170013
Renaldy Susanto            A24170122
Dika Putri Amaliani       A24170017
Siti Ulfa Atamimi         A24170129
Novia Nur Ema Aulia    B04170171
Moderator : Yunita Sulistyo P
Notulen : Amelia Widodo



BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 
            Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum. Suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima. Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Hak Asasi Manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pemerintah terlibat dalam penegakan HAM dalam suatu negara. Peran pemerintah dalam penegakan HAM melalui undang – undang. Tetapi , masalah HAM yang terjadi belum dapat dituntaskan. Di Indonesia HAM sudah mulai ditegakkan sejak tahun 1945 yang mana rakyat Indonesia menginginkan hak untuk merdeka. Sampai saat ini pemerintah masih berupaya untuk mengatasi masalah HAM yang masih ada dengan undang – undang yang mendukung HAM di Indonesia. Oleh karena itu , kami menyusun makalah ini untuk memaparkan peran undang – undang dalam  penegakan HAM di Indonesia. 

1.2 Rumusan Masalah 
1. Apa pengertian Hak Asasi Manusia?
2. Bagaimana perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia?
3. Bagaimana peran pemerintah terhadap pelaksanaan penegakan HAM di Indonesia?
4. Apa contoh dari permasalahan Hak Asasi Manusia di Indonesia? 
                                                         1.3 Tujuan
            Makalah ini bertujuan menerangkan pengertian Hak Asasi Manusia dalam kehidupan bernegara, menjelaskan  perkembangan Hak Asasi Manusia dan  peran pemerintah terhadap pelaksanaan penegakanHak Asasi Manusia di Indonesia, menguraikan salah satu contoh permasalahan Hak Asasi Manusia di Indonesia beserta solusinya. 

PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara hukum yang salah satu aplikasinya menjunjung hukum diatas segalanya, hal ini tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3. Dalam konsep negara hukum ide perlindungan terhadap warga negaranya merupakan elemen terpenting. Maka dengan ini Indonesia yang merupakan negara yang memiliki populasi terbesar ke 4 di dunia harus mempunyai hukum yang memberikan keamanan bagi warga negaranya. Karena itu Indonesia harus serius dalam melakukan perlindungan terhadap warga negara. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Hak warga negara yang paling mendasar ialah hak asasi manusia yang telah melekat dalam diri manusia sejak dia lahir (Yuliarso 2005). Menurut Asrun hak asasi manusia merupakan nilai- nilai universal yang telah diakui secara universal. Berbagai instrumen internasional mewajibkan negara-negara peserta untuk memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak warga negara. Indonesia merupakan hukum yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan perlindungan hak asasi manusia (Asrun 2016).
Namun Hak Asasi manusia dapat batal jika orang tersebut melanggar hak asasi orang lain. Karena tidak hanya dirinya yang mempunyai hak asasi manusia, orang lain juga mempunyai hak tersebut. Agar hak asasi manusia tetap terjaga maka sebagai sesama manusia harus menghormati dan menghargai orang lain. Disinilah peran pemerintah yang mesti memberikan edukasi supaya konflik sesama manusia dapat diminimalisir.
Di Indonesia sendiri perkembangan HAM dibagi menjadi 2 periode, yaitu sebelum kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Pemikiran HAM pada periode sebelum kemerdekaan (1908-1945) bisa dilihat dengan munculnya organisasi Pergerakan Nasional seperti Boedi Oetomo (1908), Perhimpunan Indonesia (1908), Sarekat Islam (1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1927), dan Partai Nasional Indonesia (1927). Munculnya organisasi pergerakan nasional adalah untuk memperjuangkan bangsa Indonesia yang HAM nya dilanggar dan dirampas oleh penjajah. Pada awal periode pasca kemerdekaan, pemikiran HAM lebih menekan pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan berserikat melalui organisasi, dan hak kebebasan untuk mengutarakan pendapat. Periode 1950-1959 lebih dikenal dengan masa parlementer. Pada masa ini sejarah pemikiran HAM sangat kodusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia. Menurut Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM di Indonesia dapat dilihat pada lima indikator HAM.
a.Munculnya partai-partai politik dengan berbagai ideologi
b. Adanya kebebasan pers
c. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas,
demokratis
d. Kontrol parlemen atas eksklusif
e. Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis
Dikenal dengan keragamannya, negara Indonesia haruslah menjaga kesatuan negara serta kesejahteraan warga negaranya. Mewujudkan sebuah negara yang adil dengan setiap warga negara yang memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi merupakan sebuah keharusan untuk tetap bertahan di masa modern ini. Para pejabat tinggi yang sudah diberi amanah, haruslah melaksanakan kewajibannya dengan sebaik mungkin. Dalam rangka menegakkan Hak Asasi Manusia yang dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk menjunjung tinggi HAM warga negara Indonesia. Dalam pelaksanaannya, pemerintah mengacu pada instrumen-instrumen yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia, baik nasional maupun internasional yaitu 1) instrumen nasional terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya, Tap MPR No. XVII/MPR/1998, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM serta  peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait. 2) instrumen internasional yang terdiri dari Piagam PBB, 1945,  Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, instrumen internasional lain mengenai Hak Asasi Manusia yang telah disahkan dan diterima Indonesia (Bambang 2014). Untuk lebih memfokuskan terhadap penyelesaian permasalahan HAM, dibentuklah berbagai lembaga HAM seperti  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas Perempuan, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Lembaga Peradilan sebagai penegakan HAM, Pengadilan HAM serta Mahkamah Konstitusi. 

PERMASALAHAN DAN SOLUSI

Pasal-Pasal Kontroversial dalam Revisi UU MD3 yang Disahkan DPR

Selasa, 13 Februari 2018 - 10:21 WIB
JAKARTA - Pengesahan revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dalam rapat paripurna DPR, Senin (12/2/2018) sore memantik reaksi banyak kalangan. Sejumlah pasal dalam susunan UU MD3 yang baru tergolong kontroversial dan berpotensi tabrakan dengan aturan perundangan lain.
UU MD3 ini menuai banyak kritik tidak hanya dari rakyat Indonesia namun juga menuai kritik dari pemerintah itu sendiri. Beberapa kalangan berpendapat bahwa undang-undang revisi yang akan disahkan nanti akan melindungi beberapa badan legislatif. Salah satu pasal pun menyebutkan bahwa polisi wajib membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR. Pasal lain yaitu Pasal 122 huruf K juga menyebutkan bahwa MKD dapat bertugas mengambil langkah hukum dan langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR. Setelah pengesahan Undang-Undang revisi tersebut, tidak sedikit pro dan kontra muncul menganggapi isu tersebut. Pengambilan langkah untuk mengesahkan Undang-Undang tersebut sangat dikecam oleh beberapa tokoh dan pemerhati politik di Indonesia. Disamping itu, adanya penahanan bagi individu ataupun kelompok yang merendahkan DPR ataupun anggotannya sangat bertolak belakang dengan salah satu hak yang dimiliki oleh warga negara yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat secara bebas. Adanya batasan untuk warga negara dalam berpendapat adalah salah satu masalah HAM yang sangat terlihat pada kasus ini.
Sumber : https://nasional.sindonews.com/read/1281678/12/pasal-pasal-kontroversial-dalam-revisi-uu-md3-yang-disahkan-dpr-1518491968/13
Pasal-Pasal Kontroversial
 Poin : Imunitas Anggota DPR
Pasal 245 : Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
Dampak : Pasal ini berpotensi mempersulit upaya penegakan hukum jika anggota DPR berindikasi melakukan tindak pidana seperti korupsi maupun pidana lain.
Poin: Kewenangan DPR Memanggil Paksa
Pasal 73 ayat 4 : Dalam hal pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dampak : Pasal ini berpotensi membuat DPR sebagai lembaga hukum yang berhak memanggil paksa pihak-pihak yang dinilai wakil rakyat tidak kooperatif. Padahal sebagai lembaga politik, pemanggilan tersebut rawan diwarnai kepentingan-kepentingan politik individu, parpol, maupun institusi DPR sendiri.
Poin: Pengkritik DPR Bisa Dipidana
Pasal 122 huruf K : Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Dampak : Pasal ini berpotensi membungkam kritik publik terhadap kualitas kinerja wakil                             mereka di parlemen.
Poin: Pimpinan MPR menjadi genap
Pasal 15 :  Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 7 (tujuh) orang wakil ketua               yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
Dampak : Pasal ini berpotensi membuat keputusan pimpinan MPR berakhir deadlock karena                         tidak bisa mengambil putusan karena jumlah genap.
Poin: Penambahan Pimpinan DPR menjadi 6 orang
Pasal 84 : Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 5 (lima) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR.
Poin: Penambahan Pimpinan DPD menjadi 4 orang
Pasal 260 : Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPD dalam sidang paripurna DPD.
Poin:DPD Berwenang Mengevaluasi Perda
Draf tersebut tertuang dalam Pasal 249 ayat 1 huruf J : DPD mempunyai wewenangan dan tugas melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancanangan peraturan daerah dan peraturan daerah.
Dampak : Kewenangan ini berpotensi memunculkan kerancuan tugas dengan eksekutif. 
Dewasa ini revisi UU MD3 2018 berdampak pada munculnya gejolak yang cukup berarti di tengah- tengah masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, 14 poin dalam pembahasan UU perubahan kedua UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 tersebut dinilai bertolak belakang dengan amanat reformasi dan cenderung membuat kesan DPR anti- kritik serta berpotensi sangat mencederai pasal 28E UUD 1945. Berikut bunyi dari isi pasal 28E UUD 1945:
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. 
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
        Di Indonesia, meskipun pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang– undangan mengenai HAM, namun pelanggaran HAM tetap selalu ada baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri. Setiap peristiwa pelanggaran yang terjadi merupakan suatu hal yang menjadi permasalahan yang sulit diselesaikan. Berdasarkan revisi UU MD3 yang telah disahkan oleh DPR, banyak sekali pasal- pasal yang menjadi kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia. Pasal tersebut mengacu pada pengekangan dalam kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum. Di satu sisi pasal tersebut melindungi hak- hak asasi dari setiap anggota lembaga DPR, namun di sisi lain pasal tersebut seolah- olah  membungkam kritik publik terhadap kualitas kinerja wakil mereka di parlemen. Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa sebuah kritikan itu dapat menjadi penyemangat untuk terus berusaha lebih baik lagi. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran hak asasi antara sesama , kita harus menanamkan pada diri setiap individu bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajibannya masing- masing. Setiap hak yang dimiliki sudah memiliki landasan yang mengatur keterjaminannya.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan fitrahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa sebagai warga negara kita juga berkewajiban untuk menjaga hak asasi manusia lainnya. Dalam kehidupan bernegara HAM  diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk penerapannya diimplementasikan ke dalam sebuah peraturan perundang- undangan yang dijadikan sebagai landasan hak asasi manusia.
Saran
Kehidupan sosial yang harmonis antar sesama merupakan suatu interaksi yang sangat diperlukan dalam kehidupan bernegara. Untuk mencapai itu semua, setiap individu harus bisa mengenali dirinya sendiri dan selalu saling mengasihi antar sesama warga negara. Menanamkan sikap toleransi dan menjunjung tinggi nilai- nilai kemanusiaan, agar tercapainya kehidupan masyarakat yang aman dan damai sesuai dengan tuntutan hak- hak asasi yang telah dimilikinya.

DAFTAR PUSTAKA

Amm. 2018. Pasal-Pasal Kontroversial dalam Revisi UU MD3 yang Disahkan                          DPR.https://nasional.sindonews.com [diunduh 2018 Feb 25 ]

Asrun AM. 2016. Hak asasi manusia dalam kerangka cita negara hukum. Jurnal                        Cita Hukum. Bogor (ID). 4(1):133-154
Supriyanto BH . 2014.  Penegakan hukum mengenai hak asasi manusia menurut                         hukum positif di Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial.                   Jakarta (ID). 2(3) : 161
Yuliarso KK, Prajarto N. 2005. Hak asasi manusia di Indonesia: menuju democrati                       governance. Jurnal ilmu social dan politik. Yogyakarta (ID).
                8(3): 291-308 

No comments:

Post a Comment

Popular Posts

Batas Wilayah Negara

Batas Wilayah Negara I. Wilayah Negara Wilayah negara adalah daerah atau lingkungan yang menunjukkan batas-batas suatu negara, dimana dal...